• Teddi Prasetya
  • NLP Basic
  • 5 Comments

“Apa sih NLP itu?”

Ini adalah pertanyaan standar yang seringkali muncul setiap kali saya berbicara tentang NLP. Namanya yang sedikit aneh memang membuat banyak orang mengalami have-no-clue syndrome ketika mendengarnya. Neuro-Lingustic Programming, apa itu?

Sampai saat ini, saya pun juga belum menemukan definisi pasti dan formal mengenai NLP. Yang ada hanyalah definisi yang diuraikan oleh beberapa pendiri NLP berdasarkan pengalaman mereka mengembangkan dan mengajarkan NLP. Berikut ini beberapa di antaranya:

  • NLP adalah sebuah studi tentang struktur dari pengalaman subyektif.
  • NLP adalah strategi percepatan pembelajaran untuk mendeteksi dan memanfaatkan berbagai pola yang di dunia. (John Grinder)
  • NLP is whatever works. (Robert Dilts)
  • NLP adalah sebuah sikap dan metodologi, yang merupakan jejak dari suatu teknik. (Richard Bandler)
  • NLP adalah studi sistematik tentang komunikasi manusia (Alix Von Uhde)

Nah lo, Anda tidak makin bingung kan? Tenang, meskipun para ahli tersebut menerangkan definisi yang beragam, untunglah kesemuanya tidaklah bertentangan. Di titik inilah kemudian saya menemukan 2 penjelasan yang cukup memuaskan mengenai definisi umum NLP. Pertama dari Joseph O’ Connor dan kedua dari Bob G. Bodenhamer. Menurut O’ Connor, NLP adalah suatu cara untuk mempelajari bagaimana seseorang dapat begitu sempurna dalam satu hal dan kemudian mengajarkan hal tersebut pada orang lan. Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa NLP adalah seni sekaligus sains dari sebuah personal excellence. Seni karena setiap orang membawa keprbadian dan keunikannya masing-masing di dalam setiap hal yang mereka kerjakan, dan karenanya tidak mungkin dapat ditangkap secara utuh melalui kata-kata atau pun teknik. Sains, karena di dalamnya ada proses studi mendalam dan menggunakan metodologi secara sistematis yang dinamakan modelling.

Lebih mendalam, Bodenhamer menerangkan definisi NLP dengan memecah setiap kata yang membentuknya. Kata Neuro merujuk pada sistem saraf (neuron) atau pikiran kita dan fungsinya dalam pemrosesan informasi kemudian mengkodenya dalam bentuk memori ke dalam tubuh kita. Lingustic mengindikasikan adanya pengkodean, pengklasifikasian, dan pemberian makna dari proses di sistem saraf kita melalui bahasa, sistem komunikasi, dan sistem simbol lain (seperti tata bahasa, matematika, musik, dll). Dalam NLP dikenal 2 jenis sistem bahasa yang utama. Pertama, proses informasi dalam bentuk gambar, suara, perasaan, taste, dan bau (alias sensory based information) melalui yang dinamakan representational system. Kedua, proses informasi melalui bahasa sekunder seperti simbol, kata-kata, metafora, dll. Terakhir, Programming merujuk pada kemampuan kita untuk mengorganisasikan kesemua bagian tersebut ke dalam pikiran-tubuh kita yang memungkinkan kita mencapai hasil apapun yang kita inginkan. Intinya, kita lah pemegang kontrol atas pikiran kita sendiri.

OK, bagaimana sekarang? Sudah cukup jelas atau belum? Jika belum juga, kisah klasik NLP berikut ini pasti bisa membuat Anda lebih mudah memahami definisi NLP.

Seorang bocah bertanya pada ibunya, “NLP itu apa sih, Ma?”

Ibunya menjawab, “Mama akan beritahu kamu, tapi sebelumnya kamu harus mengikuti perintah mama sehingga kamu bisa mengerti nantinya. Kamu lihat kakekmu duduk di sana?”

“Yap!” ujar sang bocah.

“Temui dia dan tanyakan bagaimana keadaan penyakit pinggangnya sekarang.”

Sang bocah segera pergi menemui kakeknya. “Kakek,” katanya, “bagaimana keadaan pinggang kakek hari ini?”

“Oh, semakin memburuk Nak,”jawab sang kakek. “Selalu makin buruk ketika cuaca buruk. Berdiri saja susah.” Tampak lah sekilah wajah penuh penderitaan pada sang kakek.

Sang bocah kembali kepada ibunya. “Katanya kondisinya memburuk Ma. Sepertinya dia kesakitan deh. Nah, sekarang Mama udah mau kasih tahu aku kan apa itu NLP?”

“Sebentar lagi Sayang, Mama janji,” ujar sang Ibu. “Coba kamu temui lagi kakekmu dan tanyakan kepadanya apa saja tingkah lucu yang kamu lakukan sewaktu kamu kecil.”

Sang bocah pun kembali menemui kakeknya. “Kakek,” ujarnya kemudian, “Tingkah lucu apa yang pernah kulakukan sewaktu kecil?”

Wajah sang kakek berubah menjadi ceria. Rasa sakit seolah lenyap seketika. “Oh,” ujarnya, “banyak. Salah satunya waktu itu kamu kakek ajak untuk jalan-jalan. Hqri itu indah sekali dan kamu menyanyikan sebuah lagu yang baru saja kamu hafal. Kencang sekali. Seseorang lewat dan melihatmu dengan sedikit sebal. Menurutnya kamu terlalu berisik. Dia meminta kakek untuk memberitahumu agar diam. Kamu tiba-tiba berbalik kepadanya dan berkata, “Kalau Om nggak suka aku nyanyi, Om boleh kok nggak deket-deket aku,” dengan wajah polos dan kemudian bernyanyi dengan lebih keras. Ia kemudian melihatmu sambil terbengong-bengong”. Sang kakek pun tertawa lepas mengingat hal itu.

Sang bocah kemudian kembali kepada ibunya. “Mama dengan apa yang baru saja diceritakan kakek?” tanyanya.

“Ya,” jawab sang ibu. “Kamu baru saja mengubah perasaan kakekmu hanya dengan beberapa patah kata. Itulah NLP.”

Anda boleh tersenyum sekarang, karena NLP memang semudah ini. Eh, tidak terlalu mudah sih, namun efek yang ingin ditimbulkannya memang sederhana: kita memiliki kemampuan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan kondisi tubuh kita dalam sekejap kapan pun kita mau. Robert Dilts, pakar NLP pendiri NLP University di California, menyebutnya sebagai The Strategy of Genius. Bagi NLP, orang-orang jenius bukan hanya untuk dikagumi, tapi juga harus dicontek strateginya sehingga kita dapat melakukan hal yang sama dengan kualitas hasil yang sama pula.

Bicara soal jenius, pada tulisan berikutnya saya akan menceritakan tentang duo jenius perumus NLP, Richard Bandler dan John Grinder, berikut tokoh-tokoh lain yang mengembangkan NLP sehingga menjadi ilmu yang semakin kaya dan aplikatif. So, sabar sedikit ya.

Sampai jumpa!

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply

5 Comments