• Teddi Prasetya
  • NLP Basic
  • 1 Comment

“Wah, NLP membahas unconscious juga yah? Apa sih tuh unconscious? Kok kayaknya serem gitu?”

Yah, seperti inilah biasanya kalimat yang meluncur jika seseorang saya suguhi dengan kata-kata unconscious. Entah dari mana datangnya, unconscious seolah-olah memiliki makna yang menyeramkan. Padahal, yang sesungguhnya terjadi adalah sebaliknya: unconscious adalah ensiklopedia luar biasa besar yang memuat segala sesuatu yang pernah kita alami.

Mengingat-ingat materi zaman kuliah dulu, pandangan seram tentang unconscious sepertinya dipengaruhi oleh pembahasan teori-teori Psikoanalisa. Sejauh ingatan saya, unconscious dalam Psikoanalisa memang seringkali dipandang sebagai tempat berkumpulnya ingatan-ingatan traumatik yang direpresi (ditekan). Meskipun saya sendiri tidak terlalu yakin bahwa ini memang yang dimaksud oleh Freud dkk, pandangan inilah yang dominan jika orang bicara soal unconscious.

Menurut kamus.net, conscious memiliki arti harfiah sadar. Dari sinilah kemudian, banyak yang menerjemahkan unconscious sebagai tidak sadar karena partikel un yang menempel di depannya. Meskipun ini arti yang paling banyak dipahami orang, benarkah ini arti yang sebenarnya?

Dalam NLP, conscious adalah segala sesuatu yang berada pada wilayah kesadaran kita saat ini. Misalnya, tulisan di hadapan Anda ini. Sembari Anda menikmati aliran kata-kata yang saya tuliskan, dimana ingatan Anda tentang keluarga, pekerjaan, atau tempat tinggal di kampung? Saya yakin Anda tentu masih bisa mengingatnya dengan detil, namun ia mungkin tidak akan sejelas seperti ingatan Anda akan kalimat-kalimat yang baru saja Anda baca. Nah, ingatan tentang tulisan inilah yang disebut dengan conscious, sedangkan ingatan-ingatan tentang hal-hal lain yang harus Anda akses dulu sebelum muncul ke permukaan berada pada ranah unconscious.

Menulis mengenai hal ini, sebuah pertanyaan dari seorang kawan menyeruak dalam ingatan saya: “Unconscious? Bukannya subconscious?”

Well, kedua istilah ini memang seringkali digunakan saling tukar oleh para trainer dan penulis NLP. Bagi saya sendiri sejauh ini, unconscious adalah istilah yang lebih tepat. Begini ceritanya.

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendengar kata sub? Jika Anda sama dengan saya, maka partikel sub memiliki konotasi lebih rendah atau berada di bawah dari kata yang ditempelinya. Nah, inilah yang kemudian menjadikan subconscious diartikan sebagai tidak sadar atau bahkan bawah sadar.

Pertanyaan saya: apakah memang unconscious berada di bawah conscious?

Bagi sebagian orang yang belum pernah berpetualang ke dunia unconscious barangkali akan menjawab “Ya” pada pertanyaan di atas. Namun setelah mengalami sendiri petualangan yang pertama kali saya baca dari tulisan Michael Hall ini, saya merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika saya masuk ke dalam unconscious saya, saya sama sekali tidak kehilangan kesadaran. Sebaliknya, saya justru amat sadar dengan pengalaman-pengalaman yang saya alami. Jika dalam kondisi conscious saya tidak bisa mengingat secara persis waktu pertama kali sebuah pengalaman buruk yang saya alami, maka pada unconscious-lah saya menemukannya.

So, di sinilah kemudian saya memahami unconscious ibarat hard disk dari sebuah komputer. Tidak mengherankan jika kita bisa menemukan solusi yang seolah tidak pernah terpikirkan, sebab ia memang tempat kita menyimpan banyak hal yang pernah kita lakukan di komputer tersebut. Sementara conscious, ia bagaikan random access memory yang memiliki kemampuan menyimpan sementara berbagai hal yang sedang kita lakukan saat ini.

Mmm…sampai di sini dulu ya. Nantikan kelanjutannya tentang menjadi lebih aware dengan conscious dan unconscious melalui latihan uptime dan downtime.

See ya!

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply