• Teddi Prasetya
  • NLP Basic
  • 12 Comments

Down to earth psychology. Inilah impian saya terhadap psikologi, ilmu yang saya cintai. Sebuah ilmu yang saya pelajari secara formal selama 3 tahun 8 bulan dan tetap menyisakan berbagai pertanyaan dalam benak saya. Itulah sebabnya, secara informal saya tidak pernah berhenti menjadi seorang mahasiswa psikologi meskipun tidak lagi di UGM, tapi di Universitas Kehidupan.

Saya mencintai ilmu ini karena pelajaran pertama yang ia berikan di hari pertama saya masuk: Who Am I? Tugas yang diberikan ketika OPSPEK itu ternyata menyentil saya untuk mempertanyakan hal yang sama sekali belum pernah ada dalam benak saya hingga saat itu. Jurusan yang tidak benar-benar saya pilih dengan sepenuh hati pada akhirnya justru membawa saya pada penemuan yang mencerahkan tentang untuk apa saya diciptakan di dunia.

Loh, kok jadi serius ya?

OK, singkat cerita, psikologi menjadi semakin menarik bagi saya karena ini adalah studi tentang diri saya sendiri. Diri saya ketika sendirian, bersama beberapa orang, dalam organisasi, di tengah-tengah masyarakat, dan seterusnya. Sebuah studi yang menyenangkan karena lab-nya ada di mana-mana dan bisa diakses kapan saja. Tidak mengherankan, sekalipun saya memilih bidang industri dan organisasi sebagai fokus minat saya, bidang-bidang lain serasa tidak mau lepas dari pengamatan saya.

Layaknya orang jatuh cinta, saya pun jadi ingin selalu menceritakan kisah cinta saya kepada banyak orang untuk berbagi kebahagiaan. Sayangnya, psikologi yang saya pelajari tidak cukup familiar dalam benak banyak orang. Belum lagi perbedaan beragam sudut pandang dari masing-masing teori yang tak selalu mudah untuk dijelaskan dalam waktu singkat. Jadilah saya putar otak agar ilmu kecintaan saya yang seharusnya menjadikan setiap orang dapat berfungsi secara efektif ini bisa lebih membumi.

Inilah titik di mana saya pada akhirnya menemukan NLP alias Neuro-Linguistic Programming. Diawali oleh sebuah buku terjemahan berjudul NLP: Teknologi Baru Meraih Sukses tulisan Steve dan Connie Andreas, saya berkenalan dengan ilmu yang satu ini. Amat disayangkan, terjemahan yang begitu buruk membuat saya kurang minat untuk membacanya lebih jauh. Beruntung, tak berapa lama, Mas Ronny F. Ronodirjo diundang ke kampus untuk mengisi seminar mengenai NLP. Menjadi panitia tanpa disengaja (karena diminta tolong menjemput Mas Ronny dari bandara) saya akhirnya jatuh cinta lagi kepada NLP.

Perjalanan saya pun berlanjut, saya menemukan bahwa NLP hakikatnya adalah psikologi juga. Bedanya, psikologi adalah kumpulan dari beragam konsep dengan beraneka sudut pandang yang terkadang saking fanatiknya menjadi seolah-olah bertentangan. Jadilah para mahasiswa seringkali terjebak dalam 2 kubu: kebingungan dan akhirnya tidak bisa mengaplikasikan atau fanatik pada 1 pandangan dan mengabaikan pandangan lain. Sisi lain, NLP dibangun dengan metode modelling terhadap orang-orang yang amat ahli di bidangnya. Efeknya, ilmu ini menjadi amat praktis, mudah dipahami, dan terintegrasi antar bagiannya.

Demikianlah, menemukan NLP rupanya menjadi awal pencerahan terhadap impian saya tentang down to earth psychology. Saya tidak perlu mengajarkan teori-teori psikologi yangnjelimet tapi cukup dengan konsep-konsep NLP yang simple namun tanpa kehilangan kedalamannya akan pemahaman tentang beragam fenonema manusia.

So, mengapa pula saya mengatakan Street Smart NLP? Bukankah NLP itu sendiri seringkali dianggap sebagai street smart?

Saya katakan Street Smart NLP sebab saya bukanlah praktisi NLP yang ‘anak sekolahan’ alias tersertifikasi—setidaknya sampai saat ini. Memang ada keinginan juga ke arah sana, namun saat ini itu belum menjadi prioritas. Karena itulah saya pelajari NLP dari beragam sumber yang terjangkau, mulai dari buku yang diterbitkan, buku rekan yang saya fotokopi, e-book dari internet, artikel-artikel dari website, dll. Intinya, saya belajar NLP dari ‘jalanan’. Ini pulalah yang mengantarkan saya untuk menggagas Street Smart NLP: beberapa trainer NLP yang saya kenal masih memasang harga yang cukup mahal untuk mempelajari ilmu mereka.

Ups, saya tidak bermaksud menyindir mereka yang bertarif mahal loh. Sah-sah saja menurut saya menjadikan NLP (dan olahannya) menjadi mata pencaharian. Saya hanya sekedar ingin mewujudkan impian saya tadi kok.

Nah, Anda masih berminat bergabung dengan saya sampai disini? Jika tidak, silakan segera beralih ke website lain sebelum waktu Anda terbuang percuma. Jika ya, maka mari kita sama-sama kibarkan Indonesia NLP Society dengan merek Street Smart NLPNLP for Everyone. Pada tulisan selanjutnya, saya akan bahas langkah demi langkah konsep dan aplikasi NLP yang saya pelajari.

See you…!

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply

12 Comments

  • nafan

    Mantap aku ikut Ted..! Diajari ya bagaimana memulainya..

  • Bung Teddy, konon kegiatan utama orang adalah bekerja, bukan belajar. “School” kalau nggak salah dari kata “scholastic” yang artinya menganggur/ leisure time. Nah, daripada tidak ada yang dikerjakan, mereka melakukan suatu aktifitas yang disebut “belajar”, lalu dalam perkembangannya kemudian jadilah “school” atau sekolah, justru menjadi mainstream cara orang mendapatkan knowledge atau skill.
    So, apa salahnya dengan street smart learner. Pernah kenalan dengan Ivan Illich, atau Paulo Freire? Mereka mengkritik habis yang namanya sekolah. Saya tidak extrim setuju dengan pandangan mereka. Namun setidaknya menyadari bahwa selain banyak manfaat sebenarnya ada juga madharat dari bersekolah. So, belajar langsung dari kehidupan adalah sekolah yang sebenarnya. And, learning is never ending task, sejak buaian hingga liang lahat, dan juga sampai ke negeri Cina. Melalui street smart learning NLP, selamat terus menebar manfaat.
    yours,
    win

  • tpyuliawan

    @ Nafan: Silakan mulai dari tujuan hidup Anda.

  • Teddi Prasetya Yuliawan

    @ Pak Win: ini adalah artikel yang saya tulis 2 tahun lalu. Banyak hal sudah berkembang, seiring dengan ‘map’ saya yang semakin diperkaya oleh pengalaman belajar dari berbagai sumber.

    Betul sekali, sekolah dan dunia nyata memang bukan soal mana yang lebih baik. Melainkan mana yang bisa mengantarkan kita pada ilmu tertentu, dan mana yang mengantarkan kita pada ilmu lain.

  • dedi

    Wis…saya ikut juga pak Teddi.. baik yg di jalanan maupun yang di sekolahan (kalo terjangkau biayanya.

    Salam

  • Eva

    Selama ini srg denger kata NLP dr mas Teddy tp gak pernah ngerti apa itu NLP (makanan apa yah?hehe) dan kegunaannya apa? Makanya seneng bgt bs nemu disini. Ikutan belajar ya mas Ted, mdhan dpt ilmu br yg bermanfaat. Makasih 🙂

  • Dimas

    Saya masih bingung dengan tujuan hidup saya, langkah2 apa yang harus saya lakukan? Mohon bantuannya dalam street smart NLP

  • Rizki

    setelah membaca tulisa ini kyaknya saya jatuh cinta juga sama LNP … hahaha

    salam kenal,
    kyaknya seru nieh..

  • Sentha

    Hmmm….. Would like to know more about NLP!
    Entah karena ada unsur kata ‘Lingui’-nya (bahasa) yang bikin saya tertarik atau memang menarik.
    Yg jelas saya tertarik, hehe…
    Count me in Pak Ted!
    :-]

  • Mashanung

    Salam kenal, ijinkan untuk ikut belajar disini.

  • Raden Satriadi

    Senag bacanya..kudu banyak belajar nih dari bro Teddy..Thanks

  • Ruslan

    Trims pak Teddy, saya mau bergabung belajar bersama Street Smart NLP, terus terang kalau pakai kelas yang mahal saat ini belum ada danannya…. heheheheheheheee…