• Teddi Prasetya
  • NLP Practice, NLP Reflections
  • No Comments

Sebuah pelajaran menarik baru saja saya temukan dalam sebuah buku karya Richard Bandler. Saya tidak ingat persis bagaimana kalimatnya, namun kurang lebih isinya adalah seperti ini.

“Anda bisa tersenyum jika ada seseorang yang tidak Anda kenal melakukan kesalahan kecil kepada Anda, seperti menyenggol atau menumpahkan sesuatu. Tapi entah mengapa, jika hal itu dilakukan oleh istri Anda, maka ia akan menjadi sebuah permasalahan besar. Anda juga hanya akan akan komplain ringan jika ada seorang pelayan lupa membawakan pesanan Anda, namun akan marah besar jika suami Anda pulang tanpa membawakan apa yang Anda pesan.”

Satu lagi bukti bagi saya, bahwa untuk sebuah perilaku yang sama, kita seringkali—disadari ataupun tidak—memberikan makna yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan kita.

Pertama kali belajar NLP, saya belum terlalu paham mengapa ilmu ini diberi nama neuro-linguistik. Baru belakangan, saya menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang besar. Apa yang kita ucapkan, akan menjadi perintah bagi sel-sel saraf di tubuh kita, untuk membentuk suatu susunan tertentu yang berakibat munculnya pikiran dan perasaan tertentu pula. Karena itulah, dalam berbagai kesempatan pelatihan, saya seringkali menanyakan sesuatu yang sederhana, “Kata-kata apa yang biasa Anda ucapkan: ketika bangun tidur, tentang pekerjaan, tentang keluarga, dan tentang pertemanan?” Dan sadarilah, apa yang Anda alami saat ini tentang kesemuanya akan berujung pada kata-kata tersebut.

Kita belajar berkata-kata tanpa pernah kita sadari ketika kecil, karenanya ia menjadi sebuah aktivitas yang rutin dan seringkali terabaikan kepentingannya. Padahal, begitu banyak hal yang kita perbuat, hanya karena kita telah mengatakan sesuatu kepada diri kita sendiri.

Dan, Anda juga tentu tahu bahwa tidak hanya kata-kata yang punya efek penting. Kualitas suara dan gerakan tubuh ketika mengucapkannya jauh lebih penting untuk memunculkan makna tertentu dari kata-kata yang kita ucapkan. Sayangnya, dan syukurnya, kita juga hampir-hampir tidak pernah memperhatikan aspek non verbal ini. Setidaknya, sebelum kita belajar NLP.

Nah, saya tidak tahu apa yang telah Anda sama dengan saya dalam hal keinginan untuk menjadikan sebuah keluarga sebagai tempat penuh cinta. Karena bagi saya, cinta lah energi terbesar untuk hidup, yang akan menarik energi-energi lainnya kemudian. Sisi lain, saya juga tidak tahu, apakah ada tempat lain yang bisa memberikan cinta begitu besar selain keluarga?

Hmmm…sudah kah Anda pernah mendengar kisah tentang keluarga yang begitu bahagia?

Jika kita memang sama dalam hal ini, apa menurut Anda yang akan Anda ucapkan kepada diri Anda sendiri tentang keluarga? Suami, istri, anak, orang tua, kakak, adik, dan seterusnya. Jika Anda bisa berkata baik, sopan, santun, dan penuh perasaan layaknya seorang profesional di dalam kantor, apa yang akan katakan pada keluarga Anda di rumah?

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply