Sudah cukup lama saya memiliki rasa takut terhadap ketinggian. Meskipun tidak sampai fobia, perasaan takut yang menyebar di sekujur tubuh ketika berada di jembatan penyebrangan, misalnya, cukup mengganggu buat saya.
Dan, jadilah kemarin pagi sebuah kesempatan belajar datang kepada saya. Saya ‘harus’ menyebrangi sebuah jembatan penyebrangan di daerah Sudirman. Ada 2 tujuan saya menyebrangi jembatan tersebut: saya memang akan menuju sebuah tempat dan menyampaikan undangan kepada seorang teman di tempat yang berdekatan.
Jembatan pun saya lewati dengan perasaan semriwing di perut saya. Apalagi ketika saya menyadari ada beberapa bagian di jembatan tersebut yang bolong sehingga berisiko menimbulkan kecelakaan.
Saya pun sampai di seberang jalan. Namun, ada ‘masalah’. Urusan saya di satu tempat selesai, berarti saya tinggal menyampaikan undangan kepada teman saya. ‘Masalahnya’, saya lupa membawa undangannya, yang ternyata masih tertinggal di mobil saya di tempat saya parkir di seberang jalan.
Ups…o o…
“Apa nanti janjian saya ya di satu tempat gitu?’ pikir saya. Namun, bersamaan dengan itu, sebuah suara muncul, “Hey, bukankah ini saat yang tepat untuk bereksperimen dengan NLP?”
Aha! Iya ya, kenapa baru terpikir!
OK, saya pun menghadapi jembatan tersebut. Kali ini saya ingin mencoba sesuatu yang sifatnya kinestetik. Saya mengingat-ingat, jika saya merasa takut rupanya ada perasaan semriwing di perut sebelah kanan bawah. OK, bagaimana jika saya merasa tenaaaaaang dan legaaaaaa? Oh, rupanya ada perasaan plong di perut sebelah kiri bawah.
Hmmm…perlahan-lahan, saya ciptakan perasaan plong tersebut. Saya tingkatkan intensitasnya, yang tanpa disadari membuat fisiologis saya pun berubah menjadi lebih percaya diri. “Asyik juga nih,” pikir saya.
Lalu, saya pun mulai melangkah naik, dengan tetap mempertahankan perasaan plong di perut sebelah kiri bawah. Dan, hey! Perasaan takut saya jauh berkurang! Perasaan semriwing yang biasanya seolah hilang karena saya fokus untuk mempertahankan rasa plong tadi.
Wuih, mantab! Saya pun sampai di seberang jalan, dan bersegera menuju mobil untuk mengambil undangan.
Dan, undangan pun sudah di tangan, begitu juga dengan saya yang sudah berada di depan jembatan lagi. “Bagaimana ya rasanya kalau saya tidak hanya tidak takut, tapi juga berani?” tanya saya penasaran dalam hati.
Aha! Ternyata ada yang berbeda. Jika saya berani, tidak saja saya akan merasakan perasaan plong di perut sebelah kiri, tapi juga perasaan hangat di dada sebelah kiri atas. Maka saya ciptakan lah kedua perasaan itu, untuk kemudian saya bawa dan pertahankan sambil menaiki jembatan.
Hey! Tidak saja saya merasa berani, tapi saya betul-betul berani ketika menghadapi bagian yang bolong, begitu juga ketika saya menengok sekeliling dan melihat ke bawah.
Hmmm…alhamdulillah! Sekali lagi saya membuktikan bahwa “people have the internal resources they need to succeed”.
Tidak perlu teknik-teknik rumit, cukup bermain-main dengan submodality.
Selesai saya menyampaikan undangan, saya pun sekali lagi menaiki jembatan untuk kembali ke mobil. Kali ini saya tergoda untuk bereksperimen lagi. Sembari mempertahankan kedua perasaan yang memunculkan keberanian tadi, saya tambahi ia dengan sebuah suara yang muncul dengan nada gembira, “Asyik ya, wuih, keren, mantab!” yang saya putar berulang-ulang.
Hasilnya? Uenak tenaaaaaan…..
Anda pasti penasaran untuk mencobanya juga kan?