Menjelang puasa, nuansa ruhani dan spiritual semakin mengelilingi kehidupan saya. Bulan magis ini memang luar biasa. Disebut sebagai bulan kemarau, agar orang tidak silau dengan kemudahan, dan menarik makna dari ‘kesulitan’.
Baru saja saya selesai mengisi kelas 2 hari tentang aplikasi NLP di bidang rekruitmen, saya pun mendapatkan ilmu baru. Bermula dari kebiasaan saya untuk menerangkan apa itu NLP, sebuah ilham pun hadir di hadapan.
Neuro-Linguistic Programming, ia disebut demikian, karena sebuah alasan. Neuro dan Linguistic, selalu dihubungkan dengan sebuah “-“, karena keduanya saling berkait. Neuro, alias saraf, adalah bahan baku dari pikiran dan perasaan. Dan, melalui penguasaan bahasa, kita bisa melakukan intervensi terhadap susunan saraf itu, yang otomatis berdampak terhadap pikiran dan perasaan yang ditimbulkannya. Dengan kata lain, kita bisa melakukan programming pada pikiran dan perasaan, juga re-programming jika program yang lama sudah tidak sesuai dengan kondisi yang kita alami.
Dari sini, bahasa pun menjadi titik sentral bagi penentu state, alias kondisi pikiran-perasaan yang kita alami. Ubah bahasanya, state pun berubah. Katakan sesuatu yang baik, state pun menjadi baik. Katakan sesuatu yang buruk, state pun menyesuaikan. Tidak mengherankan, orang-orang sukses adalah mereka yang punya tabungan kosa kata baik lebih banyak daripada mereka yang sengsara. Dan, orang-orang biasa serta orang-orang gagal adalah mereka yang pakar dalam mengumpulkan kosa kata negatif.
State, pada akhirnya akan menjadi penentu perilaku yang akan kita munculkan. State positif, maka orang berhutang pun akan kita hutangi. State negatif, maka kita pun akan getol menagih hutang. Maka, kunci memunculkan perilaku yang baik adalah memunculkan state yang positif, yang kuncinya adalah memprogramkan bahasa yang positif. Dan, bukankah manusia dinilai dari apa yang ia lakukan? Maka bisa dikatakan, letak kesuksesan adalah pada kata-kata yang kita programkan pada diri kita setiap saat.
Saya pun teringat pada pertanyaan saya pada suatu waktu di masa lalu, tentang begitu banyaknya doa yang diajarkan kepada manusia. Doa sebelum makan, sesudah makan, mau tidur, bangun tidur, mau buang air, mau keluar rumah, mau naik kendaraan, mau bekerja, mau berbicara di depan umum, dan seterusnya.
Ah, saya baru sadar maknanya. Ia tidak sekedar doa, yang dijalankan sebagai sebuah sunnah. Ia adalah sebuah cara yang diberikan Tuhan, agar manusia senantiasa berbuat baik. Bukankah kata-kata menjadi penentu state, dan state adalah penentu perilaku? Dan bukankah tidak ada kata-kata yang lebih mulia daripada yang diajarkan oleh Tuhan melalui Nabi-Nya? Maka mengucapkan doa sebelum makan, sejatinya adalah memunculkan state yang tepat untuk makan, sehingga memunculkan perilaku makan yang sehat dan bermanfaat bagi diri kita. Mengucapkan doa setelah makan, adalah memastikan kita berada dalam state yang tepat untuk mengakhiri makan, sehingga tubuh kita siap mengolahnya. Membaca doa sebelum tidur adalah memunculkan state yang tepat untuk tidur, sehingga memunculkan perilaku tidur yang bisa menyegarkan diri serta mengembalikan tenaga kita. Membaca doa naik kendaraan, adalah menciptakan state yang tepat untuk mengendarai kendaraan, sehingga memunculkan perilaku yang aman bagi diri sendiri dan orang lain.
Subhanallah! Sungguh mulia cara menakjubkan cara Tuhan menjaga ciptaan-Nya.
Saya pun penasaran, bagaimana rasanya jika saya mengucapkan doa secara kongruen, sesuai dengan yang diajarkan oleh NLP? Jadi, tidak sekedar membaca tanpa penghayatan seperti yang biasa saya lakukan.
Hasilnya? Subhanallah! Luar biasa! Jauh, jauh lebih menenangkan. Saya berkendara dengan lebih tenang, sesemrawut apapun kondisi jalan. Saya makan dengan lebih sabar, alih-alih terburu-buru seperti yang biasa saya lakukan. Dan, semuanya itu berjalan begitu alami.
Hmm…saya penasaran, apa lagi yang akan saya dapatkan pada bulan Ramadhan tahun ini?
Anda juga? Mari belajar dan berbagi bersama.
Dan sebelumnya, saya memohon maaf, atas segala kekhilafan yang telah saya lakukan kepada Anda. Mudah-mudahan kita semua berada dalam state yang tepat untuk berpuasa dan akan memunculkan perilaku yang lebih baik setelah menjalaninya.
Taqabbalallahu minni wa minkum. Semoga Allah menerima ibadah saya dan, kita semua.