• Teddi Prasetya
  • NLP Basic
  • 3 Comments

Ah, Anda masih ingat rupanya dengan nama Milton Erickson rupanya. Ya, setelah merumuskan Meta Model, Bandler dan Grinder kemudian diperkenalkan kepada Milton Erickson. Erickson adalah seorang psikiater dan psikoterapis kenamaan yang pernah ada di dunia. Saya katakan demikian, karena memang ia sangat fenomenal di jagat psikoterapi dan lebih khususnya hipnoterapi klinis. Ia telah merevolusi jagat perhipnosisan menjadi sebuah ranah ilmu yang saintifik dan bebas dari unsur mistik. Lebih dari itu, pendekatan indirect yang ia kembangkan menjadikan hipnosis sebuah ilmu yang memiliki efek terapi amat ampuh. Konon, Erickson hampir tidak pernah gagal dalam menghipnosis orang. Wuih! Memang, ada beberapa kemungkinan akan hal yang belakangan saya sebut ini. Bisa jadi karena ia pandai memilih pasien, atau memang ia betul-betul jagoan hipnosis yang mumpuni.

Ups, bercanda. Erickson memang masuk yang amat mumpuni kok.

Nah, agar semakin memudahkan Anda dalam memahami paparan Milton Model dalam seri NLP and Hypnosis ini nantinya, saya akan putarkan sekelimut latar belakang keunikan pendekatan Milton Erickson terhadap hipnosis. Keunikan inilah kemudian yang mengilhami Bandler dan Grinder untuk menyusun sebuah model bahasa yang luar biasa ini. Dan, untuk dapat memahami keunikan pendekatan tersebut, Anda tentu perlu pula memahami…

Apa Itu Hipnosis?

Sudah bertahun-tahun yang lalu sejak saya pertama kali mengenal istilah hipnosis. Ketika itu, hipnosis masih begitu kabur dalam bayangan saya, apalagi kaitannya dengan sebuah teknologi perubahan diri. Yang saya tahu, hipnosis adalah salah satu alat yang banyak digunakan oleh penipu dalam tindak kejahatan.

Beberapa tahun kemudian, saya pun menemukan kegunaan lain dari hipnosis: pertunjukan! Ya, sempat saya melihat bagaimana hipnosis digunakan oleh orang-orang bule di Amerika sana untuk melakukan berbagai macam ’manipulasi’ kepada para subyeknya di atas panggung. Sampai, akhirnya, saya pun menemukan acara serupa di salah satu televisi swasta di negeri ini. Seorang hipnotis seolah mampu menghipnosis seseorang hanya dengan mengajaknya bersalaman, untuk kemudian memberinya sugesti agar mau melakukan berbagai hal konyol.

Demikianlah, stigma hipnosis pada waktu itu tidak terlalu baik dalam benak saya, sampai saya akhirnya menemukan kembali ranah ilmu luar biasa ini ketika mendalami NLP. Hipnosis yang dikenalkan NLP ternyata adalah sebuah ilmu yang ampuh untuk mem-by pass pikiran sadar yang seringkali terlalu kritis dan menolak perubahan. Dengan berasumsi bahwa perubahan yang sesungguhnya justru terletak di pikiran bawah sadar, maka hipnosis menjadi begitu penting untuk digunakan dalam jagat ilmu transformasi diri.

Secara harfiah, kata hipnosis bermakna tidur. Memang, setelah melalui perkembangan riset hingga saat ini, rupa-rupanya istilah ini memang kurang tepat untuk menggambarkan fenomena yang satu ini. Kurang tepat, karna ketika kita mendalami hipnosis, yang terjadi justru adalah sebaliknya: seseorang yang berada dalam kondisi hipnosis justru lebih sadar dan lebih memiliki kontrol terhadap apa yang terjadi dalam dirinya. Namun, karena sudah terlanjur populer, maka kata hipnosis terus digunakan hingga saat ini.

Sementara itu, secara istilah, hipnosis dapat didefinisikan sebagai sebuah kondisi amat terfokus ke dalam diri yang dialami oleh seseorang. Kondisi fokus ini dapat berupa fokus terhadap ingatan, ide, pikiran, representasi internal, perasaan, dll. Oleh sebab itulah, istilah trance sebenarnya lebih tepat untuk menggambarkan kondisi ini, sebab ia menjelaskan adanya proses transisi dari sebuah bentuk kesadaran menjadi bentuk kesadaran yang lain. Dengan demikian, maka begitu banyak fenomena sehari-hari sebenarnya dapat dikategorikan sebagai kondisi terhipnosis. Sebutlah ketika Anda sedang menonton sebuah film sampai begitu larut di dalamnya, terhanyut dalam emosinya, dan tidak mendengar ketika ada seseorang memanggil Anda. Atau, Anda sedang asyik menjalani hobi Anda, sehingga tidak menandai bahwa Anda sudah melakukannya selama seharian. Atau, Anda sedang mendengarkan sebuah alunan musik melalui ear phone sampai-sampai tidak menyadari kalau sudah berjalan ke arah yang salah. Atau juga, Anda sedang menjalankan sebuah ibadah (shalat, dzikir, dsb) sehingga mencapai sebuah kondisi khusyuk yang dalam. Itulah yang saya alami ketika pertama kali membaca novel-novel karya Pramoedya Anata Toer, yang pada mulanya saya agak alergi karena begitu tebal, namun malah menjadi sulit berhenti ketika sudah mulai membacanya.

Anda masih ingat dengan istilah TDS, kan? Itu lho, trans-derivational search. Nah, sejatinya, TDS itulah yang menjadi isu sentral dalam hipnosis. Begini penjelasannya. Secara alamiah, manusia akan mengakses segala pembelajaran dan pengalaman yang pernah ia alami ketika ia mendengar sebuah kalimat. Dengan kata lain, Anda dan saya sebenarnya akan selalu ”masuk ke dalam” dan mengakses gudang memori pikiran dan perasaan untuk dapat memahami sesuatu.

Dan, hey, bukankah ini definisi hipnosis yang baru saja kita bahas dalam paragraf sebelumnya? Sebuah kondisi ketika kita terfokus ke dalam diri. Kalau demikian halnya, maka tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa hipnosis adalah proses yang berlawanan dengan kondisi sadar, sebab justru dalam kondisi hipnosis seseorang menjadi begitu sadar akan berbagai hal yang secara sadar tidak ia sadari.

Ya! Ketika Anda nanti mempelajari hipnosis secara khusus, Anda akan mendapati bahwa ada banyak hal-hal yang semula sulit Anda ingat menjadi begitu jelas dalam ingatan Anda. Anda menjadi memiliki kontrol terhadap ingatan Anda yang terpendam, bahkan mampu mengolahnya sehingga menjadi ingatan yang lebih berkualitas (misal: menghilangkan trauma, dll).

Sisi lain, kita dapat menggunakan hipnosis untuk mengaktualisasikan kemampuan terpendam yang dimiliki oleh pikiran-perasaan dan tubuh kita. Karena prosesnya yang dapat menciptakan sebuah kondisi dengan konsentrasi tinggi, maka kita dengan mudah dapat mengakses segala sumber daya internal yang ada dalam diri kita. Melakukan hal ini, Anda dan saya bisa mengakses kemampuan penyembuhan yang ada di dalam tubuh, melalui pengaturan pola nafas, detak jantung, aliran darah, mengurangi rasa sakit, dan berbagai hal lain yang dalam kondisi terjaga akan sulit kita lakukan. Tidak ada yang mistik nan ajaib, hanya sebuah pertunjukan potensi pikiran-perasaan manusia yang luar biasa.

Lalu, bagaimana dengan fenomena hipnosis panggung ketika seseorang mau melakukan berbagai hal yang ia biasanya malu untuk melakukannya?

Sederhana saja: orang tersebut sebenarnya memang mau melakukan hal itu. Ia hanya malu mengungkapkannya. Sebuah prinsip dasar hipnosis mengatakan bahwa Anda tidak akan pernah bisa menghipnosis seseorang dan mensugestinya untuk melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan belief dan value system yang ia miliki.

Tapi, bagaimana dengan penipuan dengan menggunakan hipnosis?

Well, saya harus jujur mengatakan bahwa para penipu itu tidak menggunakan hipnosis. Sang korban lah yang memang menyediakan diri untuk ditipu. Sebab berbagai kasus penipuan seperti itu ternyata memunculkan fakta bahwa sang korban rupa-rupanya memang tidak berada dalam kondisi waspada atau tergiur oleh sebuah tawaran yang menarik seperti undian untuk mendapatkan hadiah dalam jumlah yang besar. Barangkali karena mengatakan, ”Saya ditipu,” mengindikasikan citra kebodohan, maka lebih mudah untuk mengatakan, ”Saya dihipnotis”.

Tidak percaya? Coba saja menggunakan hipnosis untuk melakukan pelecehan seksual, saya berani jamin Anda akan mendapatkan sebuah tamparan dan pukulan yang mematikan dari sang korban. Kalau ia ternyata mau dengan suka rela, berarti bukan hipnosis yang bekerja, melainkan memang belief system-nya yang menyetujui hal itu.

Mengenai hal ini, Milton Erickson sendiri pernah mengatakan bahwa jika kita bisa mengontrol seseorang dengan hipnosis, maka seharusnya jumlah orang-orang yang sakit fisik dan psikologis akan jauh berkurang, bahkan menghilang sama sekali! Hipnosis hanya sebuah cara untuk memfasilitasi seseorang untuk fokus pada hal-hal yang ia anggap penting dan mengabaikan yang lainnya.

Ah, sudah cukup rasanya cerita tentang miskonsepsi hipnosis ini. Mari kita lanjutkan ke pembahasan yang lebih bermanfaat.

Hipnosis dan Gelombang Otak

Dalam dunia medis, hipnosis dianggap sebagai sebuah kondisi ketika gelombang otak kita berada dalam kondisi alpha hingga theta. Dalam kondisi seperti ini, kita cenderung untuk lebih memperhatikan informasi internal yang sudah terlebih dulu ada di dalam otak dalam bentuk memori. Mereka yang mengalami kondisi ini seringkali mengungkapkan kalau gambaran visual dalam pikiran mereka tampak lebih hidup, kesulitan untuk mengarahkan perhatian ke luar, seperti seolah-olah sedang bermimpi.

Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa hipnosis sebenarnya hanyalah sebuah proses kesadaran alamiah yang sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, kondisi trance yang kita alami ketika menonton film secara serius, misalnya, menempatkan kita dalam gelombang alpha, sementara ketika sedang dihipnosis secara formal kita berada dalam gelombang theta. Dan, kondisi seperti ini sebenarnya sudah sering kita sadari dengan menggunakan istilah seperti ”berkonsentrasi penuh”, ”mengendurkan pikiran”, meditasi, berdoa, mimpi di siang bolong, dll. Begitu juga ketika Anda sedang memikirkan impian yang ingin Anda capai di masa depan.

Apakah dalam kondisi-kondisi tersebut Anda berada dalam kontrol orang lain? Jelas tidak, bukan? Begitu pula yang saya alami ketika pertama kali menjalani proses hipnosis dalam sebuah pelatihan Ericksonian Hypnosis. Jangankan dikontrol, saya bahkan masih ingat betul setiap langkah yang saya alami ketika sedang trance. Bahkan, saya bisa menandai jika ada kata-kata dari hipnotis yang kurang sesuai dengan kondisi diri saya. Saya bisa keluar dan masuk trance sesuai dengan keinginan saya. Saya bisa menerima dan menolak induksi yang disampaikan dan memilih untuk tetap sadar. Inilah yang disebutkan oleh Bandler dan Grinder dengan, every hypnosis is self hypnosis. Setiap proses hipnosis sejatinya adalah proses si klien menghipnosis dirinya sendiri. Silakan saja mencoba untuk menghipnosis seseorang yang jelas-jelas tidak percaya kepada Anda, saya jamin ia tidak akan trance!

Ah, saya tiba-tiba teringat mengapa dalam komunikasi sehari-hari pun, yang sebenarnya banyak melibatkan kondisi trance, kita bisa fokus pada satu saat dan tidak fokus pada saat lain. Sebab komunikasi sehari-hari adalah juga bentuk hipnosis, hanya saja dengan kualitas yang buruk. Pelajarannya, sebagai seorang hipnotis dan komunikator, Anda selayaknya senantiasa memperhatikan setiap kata dan cara penyampaian yang Anda keluarkan sehingga dapat mempertahankan kondisi yang dialami oleh audiens Anda. Sekali Anda melanggar prinsip, keyakinan, dan tata nilai yang mereka miliki, maka selesai lah proses komunikasi Anda.

Jadi, kita sampai pada kesimpulan bahwa hipnosis mampu membuat kita dengan lebih mudah mengelola kesadaran yang kita miliki.

Lalu, apa manfaatnya?

Jelas banyak sekali. Semisal, Anda dalam kondisi stres, maka trance memungkinkan Anda untuk rileks dan membuka pintu pembelajaran baru untuk mengatasi permasalahan yang Anda alami. Dan omong-omong, bukankah ini membuat Anda bisa keluar dari batasan-batasan yang Anda miliki? Anda bisa mengolah keyakinan lama yang menghambat, menyesuaikannya, dan menjadikan diri Anda lebih memiliki kontrol atas hidup Anda sendiri. Bukankah Anda sudah belajar tentang people have the internal resources they need to succeed?

Aha, Anda semakin penasaran dengan bahasan ini? Tunggu dulu. Jangan buru-buru penasaran sekarang, sebab pembahasan ini baru dimulai. Bahkan, belum mencapai ‘hidangan utama’-nya. Jadi, tunggu artikel berikutnya ya!

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply

3 Comments

  • hmmmm memang banyak yang salah kaprah tentang hipnosis sehingga ada media muslim yang memuat dan mengharamkan hipnosis…

    menurut saya sih… karena praktisi hipnosis… masih di menara gading sehingga istilah dan praktik hipnosis yang benar dan tidak menyalahi aturan agama disalapahami,

    harusnya praktisi hipnosis itu — kalo memang benar2 mau dan ikhlas menyebarkan ilmu yang baik ya seperti ustad-ustad itu memberikan ilmunya kepada khalayak dengan murah – ya kalopun ada ongkos sekedar transport

    kalo seperti saat ini?

    ya … jangan salahkan mereka yang nggak paham,

    just a penny of my thought

    salam

  • Teddi Prasetya Yuliawan

    Halo Inspirasi,

    Well, betul, masih banyak yang salah paham, sebanyak yang sudah mulai paham. Saya sendiri pernah membaca soal media muslim tersebut, dan sudah mengirimkan surat pembaca untuk meluruskannya. Mudah2an menjadi perhatian dari para pembaca.

    Hmmm…bisa jadi. Bagaimana pun, hipnosis sebagai sebuah ilmu yang ilmiah masih berusia relatif muda. Meskipun demikian, perkembangannya jauh lebih cepat daripada berbagai metode psikoterapi lainnya.

    Hehehe…bukannya ikhlas itu perbuatan hati ya? Benarkah mereka yang tidak dibayar itu pasti ikhlas? Sementara mereka yang dibayar itu tidak ikhlas? Wallahu a’lam. Saya mengenal cukup banyak hipnoterapis, trainer, dll yang bayarannya puluhan juta sehari, dan mereka memiliki charity program yang tidak pernah disorot media. Bahkan dalam training publiknya yang harganya belasan juta itu, mereka memberi gratis kursi untuk beberapa orang guru atau ustadz di setiap batch-nya. Cuman ya itu, mereka ndak pernah ekspos ke media. Sementara ada sih, ustadz yang tidak pasang tarif, namun kalau isi amplopnya kurang, kemudian menggerutu. Hehehe…

    kalau saya sebagai pengamat serius, sampai sementara ini menyimpulkan bahwa yang paling banyak kontribusi kesalahpahaman tentang hipnosis adalah media. La pakar hipnosis seperti Pak Yan Nurindra, Pak Adi Gunawan, dll belum pernah nongol di TV. tapi yang model2 mempermainkan orang lain malah dibikinkan acara khusus, karena lebih laku. Padahal, acara2 tersebut jauh dari memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hipnosis.

    Nah, cuman kita kan tidak bisa mengatur media tuh. Ya kita sendiri lah, yang sudah tahu dikit2, yang berinisiatif mencari tahu kebenarannya. Sumber2 gratis buanyak bukan main kok. Cukup ketik di google, daftar ebook gratis berkualitas akan muncul, tinggal download. Belum lagi artikel2, pun yang dalam bahasa indonesia. Milis2 sudah bejibun, beberapa di antaranya membuat acara2 yang murah meriah untuk sharing. Jadi, tinggal keputusan kita deh. 🙂

  • sebarkan sugesti positif ke media bahwa hipnotis adalah baik. Sadarkan media untuk membuang jauh-jauh konotasi negatif tentang hipnotis.