Setelah kita sadari kemampuan mengelola pikir dan rasa, setelah kita bisa merasa bahagia sebab pilihan dan bukan keadaan, lalu apa? Apa lagi yang penting dilakukan?
Insan yang bertanggung jawab atas responnya tentu takkan berhenti hanya karena ia mampu mengotak-atik pikirannya. Ia akan melangkah maju untuk bertanggung jawab atas nasibnya. Sebab nasib adalah di tangannya, menari di antara takdirNya. Di titik inilah penting untuk segera menentukan arah kehidupan. Sebab pribadi yang bertanggung jawab, memiliki energi besar untuk bergerak. Sebuah energi yang justru membahayakan kala tak diarahkan dengan baik. Sungguh amat mudah kita temui orang-orang yang merusak kehidupan, sedang mereka memiliki kecerdasan luar biasa. Bukan bermula dari jahatnya diri, melainkan sebab tak terarahnya hidup.
Mempelajari NLP, kita segera mendapati bahwa salah satu pilar utama adalah outcome. Menetapkan tujuan, hasil akhir yang diinginkan, dikatakan sebagai menyelesaikan separuh perjalanan. Sebab tujuan, menentukan cara. Satu hal yang belum terbahas, padahal ia demikian penting, adalah soal misi.
Kenali Misi
Misi, lebih dari tujuan (goal, dream), adalah tujuan besar hidup yang didasarkan pada potensi dan peran yang diberikan Tuhan kala menciptakan kita. Nasihat bijak mengatakan bahwa kehidupan ini layaknya puzzle. Tiap orang ibarat satu potongan yang unik dan tak tergantikan. Ia memiliki peran yang hanya dirinya yang mampu menjalankan. Tiap insan istimewa belaka, kala memahami perannya, dan hidup total dalam peran itu.
Menetapkan tujuan tanpa misi, acapkali menimbulkan efek samping yang mengerikan. Sebab kita bisa saja menetapkan tujuan berdasar pada tren, kemauan orang lain atau lingkungan, sedang ia tak menggerakkan jiwa untuk menggapainya. Tidak semua tujuan berharga bagi setiap orang. Setiap tujuan, berharga bagi insan yang memang diciptakan untuk itu.
Bagaimana caranya?
Ada banyak pula macam ragam. Saya senang menggunakan model Neuro-Logical Level yang digagas oleh Robert Dilts. Dalam NLL, kita diajak untuk mengenali Lingkungan tempat kita berada kini, Perilaku yang kita lakukan, Kemampuan yang kita miliki, Keyakinan yang kita pegang, Identitas diri yang kita pasang, hingga akhirnya kita bisa memahami untuk tujuan Spiritual apa kita diciptakan. Di titik Spiritual ini umumnya kita akan memahami peran yang diberikan pada diri, untuk kemudian kita gunakan sebagai jalan menyelaraskan kembali Identitas diri yang kita pasang, Keyakinan yang perlu kita pegang, Kemampuan yang perlu kita bangun, Perilaku yang perlu kita biasakan, dan bagaimana dampaknya pada Lingkungan. Proses ini disebut dengan Neuro Logical Level Alignment, yang sungguh amat membantu saya sendiri—sebagaimana sobat-sobat yang telah mencobanya—untuk terhubung dengan misi kita sendiri.
Bedanya dengan NLL orisinil yang disusun oleh Dilts dalam bentuk piramida, saya lebih merasa cocok untuk menggambarkannya sebagai bentuk di bawah ini.
Apa pasal?
Sebab Dilts sendiri mengatakan bahwa level yang lebih di ‘atas’, mengatur level yang di bawahnya. Maka gambar piramida bagi saya cenderung mengatakan sebaliknya, yakni bagian yang di atas justru perannya lebih kecil. Dengan menggunakan gambar seperti di atas, maka tampak nyata lah bahwa setiap level yang di atas tidak hanya mengatur yang berada tepat di bawahnya, melainkan mengatur keseluruhan yang ada di bawahnya.
Meskipun demikian, istilah atas dan bawah di sini sejatinya hanyalah sebuah asumsi semata. Pikiran kita, meminjam istilah Michael Hall, lebih mirip hologram atau matriks daripada level-level yang bersifat linear.
Tetapkan Tujuan
Nah, kala misi telah dikenali dan dirumuskan, kita pun bertanya apa yang perlu dilakukan untuk hidup di jalannya.
Tersebutlah sebuah pola kesohor bernama Well Formed Outcome (WFO). Ada banyak macam ragam panduan dari para pakar tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah tujuan agar . Mulai dari 4 syarat, hingga 18 syarat. Dulu, dalam edisi pertama buku saya “NLP: The Art of Enjoying Life”, saya banyak menggunakan dan mengajarkan model 4 syarat ala Richard Bandler. Namun seiring perjalanan, terutama saat membantu sobat-sobat dalam coaching, saya mendapati model tersebut memerlukan penyesuaian yang cukup banyak. Saya pun beralih pada model 18 pertanyaan ala Michael Hall, yang cukup dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu saja kita tergiring dengan sendirinya pada sebuah tujuan yang well formed.
Caranya? Ini dia!
Ya, cukup pikirkan sebuah tujuan, dan gunakan 18 pertanyaan di atas sebagai panduan. Maka Anda akan mendapati bahwa tujuan Anda akan tampak nyata sehingga membangkitkan semangat untuk mencapainya.
Lalu, kalau sudah memiliki tujuan, akan kah ia tercapai?
Belum tentu, jika tidak dieksekusi dengan disiplin.
Caranya?
Nantikan artikel selanjutnya!