“Kala makna diperkaya, pengalaman kan penuh warna.”
Kita bereaksi terhadap makna. Dan sebab inilah kita punya kebebasan, apapun keadaan. Kebebasan ini pula lah, yang kala tak dibebaskan, maka kan berbalik membelenggu. Sebab makna, jadikan segalanya tampak nyata. Padahal kenyataan, bagi diri ini selalu merupakan penafsiran. Dan penafsiran, sangat bergantung pada silabus makna yang kita miliki.
Seseorang bisa menghujat diri ini. Namun respon terhadap hujatan itu, sangat bergantung pada kekayaan makna yang kita miliki. Inilah sejatinya yang membedakan insan bijak bestari dengan orang biasa. Para bijak adalah mereka yang memiliki alternatif makna cukup banyak, sekaligus cakap menggunakannya sesuai keadaan.
Kemampuan memperkaya makna dan menggunakannya, sungguh memerlukan penempaan yang tak sebentar. Pertemuan antara pengetahuan dan kesungguhan diperlukan sebelum insan mahir menari-nari dengan makna. Ada harga mahal yang harus dibayar untuk keterampilan tak ternilai ini. Dan medan juangnya jelas adalah kehidupan. Mengambil makna dari langit, lalu menjadikannya sebesar-besar manfaat di bumi.
Kala makna diperkaya, pengalaman kan penuh makna.
Pengalaman, bukanlah kejadian yang semata di alami. Pengalaman, adalah kejadian yang telah ditempeli makna. Maka kejadian yang sama, ditempeli makna yang berbeda, kan hadirkan pengalaman yang berbeda. Tak heran, jika 2 orang yang sama-sama mengalami kejadian persis serupa, memiliki pengalaman yang berbeda. Tak heran pula, jika 2 orang yang bekerja 10 tahun, namun memiliki perbedaan kekayaan pengalaman bak bumi dan langit.
Makna itu tak nyata. Namun ia membuat segala tampak dan terasa nyata. Maka pastikan, wahai diri, cermati selalu makna-makna yang kau pegang.