Pada Minggu, 16 Juni 2013 lalu, Indonesia NLP Society kembali menggelar NLP Talks. Kali itu, tema yang dibahas adalah “Path to Actualization – Part 1”. Tema ini diusung untuk mulai mengajak kita menapaki jalan menuju pertumbuhan diri. Ada “Part 1”, karena memang materinya takkan habis dalam 3 jam. Ia perlu sesi lanjutan yang panjang.
Ya, saya merasa cocok dengan istilah ‘jalan’. Sebab aktualisasi diri, sebagaimana telah kita bahas di artikel sebelumnya, adalah sebuah proses, sebuah perjalanan. Pencarian manusia atas puncak kemuliaan sejatinya telah dimulai ribuan tahun lalu. Beragam konsep dan model tersedia, hingga kini pun kita masih terus merumuskan. Apa yang, misalnya, diajarkan oleh Stephen R. Covey dengan model 7 Habits hingga Greatness, sejatinya bermuara pada area yang sama. Apa yang dikerjakan oleh Pak Jamil Azzaini dkk bersama Kubik mengusung SuksesMulia pun demikian. Kehidupan ibarat puzzle, dan manusia adalah potongan kecil yang membentuk gambaran besar. Tiap potongan unik, tak tergantikan. Setiap potongan mandiri, dan saling tergantung pada saat yang sama.
Maka menjadi insan teraktualisasi adalah berarti menjadi diri yang matang ke dalam, dan bermanfaat ke luar. Kokoh secara karakter, hingga hadirkan banyak manfaat. “Sebaik-baik manusia, adalah ia yang paling banyak manfaatnya,” demikian kita diajarkan. Dan manfaat tersebsar, adalah manfaat dalam kebersamaan, saling melengkapi satu sama lain, hadirkan hasil yang paripurna.
Di titik ini, kita sadari bahwa ada dua tahap besar dalam aktualisasi. Pertama adalah kematangan pribadi. Kedua adalah kebermanfaatan bagi kehidupan. Michael Hall, memodel karya Abraham Maslow, meringkas ciri-ciri insan yang teraktualisasi sebagai berikut:
Kematangan Pribadi:
Kematangan sosial:
Perhatikan dengan seksama daftar di atas, dan kita dapati pribadi serupa ini sedemikian lengkap: matang ke dalam, bermanfaat ke luar. Berharga lah ia bagi banyak orang.
Namun selayaknya sesuatu yang berharga, ia memiliki harga. Aktualisasi diri adalah sebuah proses yang memerlukan kesungguhan. Karena itulah, insan teraktualisasi memiliki serangkaian sikap yang unik terhadap kehidupan. Mari kita simak yang berikut ini:
10. Pemeluk perubahan. Tidak saja mereka senang dengan perubahan, mereka bahkan ‘memeluk’ perubahan. Mencari perubahan, menciptakan perubahan. Sebab perubahan, berarti pertumbuhan.
11. Resiliensi. Sebab mentalnya lentur, mudah bagi insan teraktualisasi untuk mengalami bouncing ketika jatuh. Bangkit, tak berlama-lama dalam kegagalan.
12. Disiplin eksekusi. Aktualisasi diri adalah kesatuan antara makna dan kerja. Banyak orang gemar mencari makna, namun lalai menyungguhi kerja. Bukan aktualisasi diri jika sibuk semata bermimpi, tanpa ketekunan menjalani hari demi hari. Insan teraktualisasi adalah mereka yang tekun dan disiplin, mencicil setiap langkah sebelum hasil besar diraih.
13. Pengambil keputusan. Mereka selalu mengambil keputusan, tak berlama-lama dalam kegalauan. Sebab aktualisasi diri memang sebuah keputusan. Memutus masa lalu, sukses atau gagal, untuk menghadapi ketidakpastian pertumbuhan di masa depan.
14. Pemimpi ‘liar’. Kala bermimpi, mereka tampak sungguh liar, meski akan kembali realistis kala tiba saatnya eksekusi. Mereka memerlukan impian yang liar, sebagai batu pijakan keluar dari kenyamanan. Tanpa ‘keliaran’ impian, sulit untuk keluar dari masa lalu.
15. Kesediaan untuk sepenuhnya terlibat. Insan teraktualisasi adalah mereka yang selalu terlibat dalam apa yang mereka kerjakan dengan penuh kesungguhan. Utuh, tuntas dalam berkarya.
16. Kesediaan untuk mengambil risiko. Ada risiko dalam setiap perubahan, dan mereka bersedia mengambil, menghadapi, menyelesaikannya. Sebab risiko sejatinya hanyalah ujian bagi kesungguhan kita.
Nah, sekarang, saya mengundang Anda untuk duduk sejenak, hening, dan memikirkan diri Anda memiliki keseluruhan sikap di atas. Pikir dan rasakan seluruh sikap ini menyatu, dan melahirkan banyak perbedaan dalam aktivitas keseharian Anda.
Apa yang terjadi?
Beberapa orang—mungkin berbeda dengan Anda—ada yang mengatakan bahwa mereka merasa seperti punya kepercayaan diri untuk keluar dari kenyamanan. Pada saat yang sama, keluar dari kenyamanan berarti berada di titik ketidakpastian. Perasaan melayang dan terombang-ambing yang menghadirkan rasa tidak aman.
Jika Anda mengalaminya juga, ini wajar. Sebab demikian lah adanya. Proses awal pertumbuhan kerapkali menimbulkan rasa deg-degan. Harap-harap cemas, bahkan kecenderungan untuk kembali lagi pada kenyamanan. Anda akan terbiasa kala terus berjalan, dan tidak berhenti.
Menengok ke belakang tentu boleh, untuk keperluan mendapatkan pelajaran yang mungkin terlewat. Namun jangan pernah berpikir kembali, sebab masa lalu telah tiada. Ia hanyalah rekaman sejarah yang bertabur hikmah. Waktu kita ada di masa kini, kemungkinan kita ada di masa depan. Maju, adalah satu-satunya kesempatan yang kita punya.