• Teddi Prasetya
  • Neuro-Linguistic Programming, NLP Basic
  • No Comments

Assalamu’alaikum.. alhamdulillah ada kesempatan lagi untuk melanjutkan bahasan.. saya mau bayar hutang beberapa minggu tidak ada bahasan..

Jadi gini ceritanya. Saya mau bahas hal yang sedikit berbeda kali ini. Bukan bedah buku dalam arti membahas bab, tapi membahas NLP dan perannya dalam kehidupan kita.

Buku saya, dulu diberi judul “NLP: The Art of Enjoying Life”, karena sebuah pemahaman yang waktu itu saya temukan. Bahwa NLP itu alat untuk membantu kita menikmati hidup, sebab banyak hal dalam hidup itu mesti kita jalani, mesti diterima.

Senang dan sedih itu tak tergantung pada apa yang dialami, apa yang dikerjakna, tapi bergantung pada bagaimana kita memaknai. Dan NLP menyediakan buanyak sekali perangkat untuk membantu kita lebih sering menikmati hidup, susah maupun senang.

Tapi kemudian saya menemukan pemahaman baru. Ya nggak baru2 amat sih. Cuma baru nyadar lagi. Bahwa perannya bukan cuma itu. Penggunaan NLP bisa jauh lebih dahsyat lagi.

Awal mulanya sih di sekitaran tahun 2008, ketika saya membaca buku karya Michael Hall, tentang Self Actualization Psychology. Di buku itu, beliau merunut sejarah NLP hingga berujung pada Human Potential Movement yang dipelopori oleh Maslow, Rogers, dkk. Gerakan psikologi mazhab ketiga, yang ingin fokus pada pengembangan potensi manusia.

Kesimpulan beliau, meski tidak secara langsung, ide NLP untuk memodel keunggulan yang dimiliki oleh para ahli (modeling expert), bisa jadi terilhami oleh Human Potential Movement (HPM) itu. Karena tokoh-tokoh yang dimodel oleh Bandler dan Grinder, seperti Perls dan Satir, keduanya adalah pegiat juga di Esalen Institute, lokasi tempat berkumpulnya para penggerak HPM.

Nah, jadi menarik ketika dirunut hingga Maslow tadi. Maslow, melahirkan teori tentang Aktualisasi Diri, bermula dari risetnya terhadap orang-orang yang sehat dan berfungsi optimal. Orang2 yang beliau sebut sebagai Actualized Person. Orang yang telah berhasil mengaktualisasikan potensi dirinya secara utuh.

Kalau menggunakan istilah NLP, maka Maslow bisa dibilang modeler (pemodel) pertama, jauh sebelum Bandler dan Grinder memodel Perls, Satir, dan Erickson.

Nah, bedanya, jika NLP fokus memodel keterampilan, Maslow memodel manusianya. Berusaha memahami manusianya secara utuh.

Pertama kali saya baca runutan oleh Michael Hall ini, saya nggak terlalu ambil pusing. Sampai ketika 2013 saya berkesempatan belajar langsung dari beliau, lalu kok kayak2nya baru bisa memahami cara beliau bertutur, saya pelajari ulang seluruh buku beliau yang saya punya. Saya pun baru paham.

Dan dari pemahaman itu muncul simpulan baru, bahwa NLP ini bukan sekedar alat bantu menikmati hidup. Tapi NLP ini adalah alat bantu untuk memodel keunggulan para ahli, agar kita pun bisa mencapai tingkat keahlian yang tertinggi yang bisa kita capai.

Singkatnya, NLP adalah alat bantu untuk mengaktualisasikan diri. Ini sudah saya tulis di artikel di web. Silakan mampir ya.

Nah, lalu bagaimana praktiknya?

Gimana hayo? Kasih tahu nggak ya..

Mau tau aja apa mau tau banget..

Ook ok.. saya kasih tahu deh..

Maka jadilah kami desain skema NLP for Excellent Life. Ini adalah NLP yang dirangkai dan dikemas, agar bisa membantu siapapun untuk jadi pribadi unggul.

Sebab model dan teknik dalam NLP demikian buanyaknya.. terutama teknik untuk terapi, yang tidak banyak orang awam butuhkan, maka perlu dipilah-pilah. Contoh, teknik ampuh atasi fobia yang kesohor, Fast Phobia Cure aka Visual Kinesthetic Dissociation itu, saya sendiri nggak pernah pakai untuk diri sendiri. La wong saya nggak punya fobia atau trauma. Saya pakai hanya ketika membantu orang lain saja.

Nah, di NLP buanyak sekali teknik seperti itu. Maka rasa-rasanya memang perlu dipilah. Mana teknik yang bisa dipakai dan bermanfaat untuk sehari-hari, dan mana yang khusus bagi terapis atau coach.

Singkat cerita, kami menemukan Excellent Life itu berkisar antara dua hal. Pertama adalah Manajemen Diri. Kedua adalah Manajemen Relasi.

Orang jadi ekselen ketika ia bisa mengelola dirinya, hingga mandiri, mampu mencapai apa yang jadi tujuannya. Lalu setelah itu ia mampu berkolaborasi dengan orang lain secara harmonis.

Jadilah NLP for Excellent Life itu dua bagian besar. Pertama Personal Excellence, kedua Relationship Excellence. Keterampilan keduanya nanti jadi dasar bagi keterampilan lanjutan untuk para coach dan terapis. Coach dan terapis, mesti berdamai dengan diri dulu, lalu ahli membangun relasi, baru bisa membantu orang lain.

Nah.. bagaimana persisnya menjadi pribadi unggul itu?

Ada 2 bagian besar. Pertama adalah mengenali diri. Kedua adalah mengelola diri.

Untuk memiliki relasi yang unggul pun ada 2 bagian besar. Pertama, kesadaran relasi. Kedua, manajemen relasi.

Yes, kami meminjam ide ini dari skema The New Leaders nya Daniel Goleman.

OK, mari kita bahas soal Personal Excellence dulu ya. Dalam artikel lanjutan akan kita bahas Relationship Excellence, insya Allah.

Bagaimana sih kita mengenal diri? Ya dengan mengenal bagaimana sebenarnya kita berpikir, merasa, dan bertindak. NLP nya? Human Model of the World. Hehe…

Dibedah lebih lanjut, dari Human Model of the World, kan kuncinya ada di pengelolaan Internal Rep dan state tuh. Nah, kita bedah deh bagaimana cara kerjanya Internal Rep aka persepsi itu.

NLP nya? Ya materi tentang Rep system, lalu submodality. Memahami submodality menjadikan kita mengenal diri, sebab kita jadi tahu bagaimana sebenarnya pikiran ini bekerja. Bahwa masalah itu tidak terletak pada kejadiannya, melainkan pada cara kita menyimpan informasi dalam pikiran.

Dari mengenal submodality, lanjut deh ke Manajemen Diri. NLP nya? Submodality Editing. Plus teknik-teknik kembangannya seperti Circle of Excellence dan anchoring.

Nah.. cuma submodality editing itu kan cara mengelola state yang basic. Padahal ada state yang kompleks. Gimana cara ngelolanya?

Ya dengan membedah lagi state yang kompleks itu. NLP nya? Neuro-Logical Level (NLL). Nah, serunya, NLL ini akan memahamkan kita akan kompleksitas pikiran dan perasaan.

Lebih jauh lagi, NLL di Personal Excellence diangkat lebih tinggi aplikasinya. Yang tadinya hanya untuk penyelarasan diri, kini dipakai untuk 2 hal.

Pertama, digunakan untuk mengenal diri lebih dalam, hingga ke level spiritualitas, hingga membantu kita menemukan misi hidup. Alasan keberadaan kita dalam tiap konteks.

Wuih.. sampai situ? Iya. Dari misi itulah kemudian kita bisa merumuskan visi hidup. Yang komprehensif, meliputi aspek Spiritual, Intelektual, Sosial, dan Fisikal. Kerangka ini kami pinjam dari Stephen R. Covey.

Kedua, NLL digunakan juga untuk memodel orang lain. Wah, bisa to? Ya bisa banget. Karena NLL menggambarkan kompleksitas berpikir dan bertindak, dan keahlian orang lain juga kompleks, maka membutuhkan skema untuk mempelajarinya. Dengan NLL, kita jadi lebih presisi kala memodel orang lain. Kita petain deh tuh level demi level keahliannya.

Sejak NLP Essentials perdana tahun lalu hingga kini, sudah macam2 yang dimodel. Mulai dari cara mengajar, cara menjadi supermom, cara memasak, dll.

Semua berbekal NLL.

Nah.. singkat cerita.. setelah dapat misi dan rumuskan visi.. saatnya kita beraksi..

Detilkan deh itu visi jadi target, lalu langkah-langkahnya.

NLP nya? Well Formed Outcome dong.. 18 pertanyaan.

Maka selama 2 hari belajar Personal Excellence, setidaknya kita bawa pulang 3 hari..

1. Keterampilan mengelola emosi.

2. Keterampilan mengenali misi dan merumuskan visi.

3. Keterampilan merancang eksekusi.

Semuanya praktis. Plus, filosofis. Ya, NLP memang aslinya pragmatis. Tapi kami menambahkan filosofi, agar tiap teknik memiliki ruh.

Nah.. bagaimana dengan Relationship Excellence?

Silakan simak di artikel berikutnya.

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply