Alih-alih fokus pada apa yang salah dalam diri atau orang lain, fokuslah pada apa yang berjalan dengan baik.”
Richard Bandler
Dari khazanah ilmu bertajuk Neuro-Linguistic Programming (NLP) yang kupelajari 13 tahun terakhir, kalimat dari seorang rekan-pendiri di atas merupakan salah satu tema sentral yang penting untuk direnungkan. Bahwa seseorang yang mengalami fobia, misalnya, sejatinya memiliki sebuah keterampilan yang luar biasa.
Kok bisa? Fobia kan rasa takut yang berlebihan terhadap hal-hal tertentu itu?
Benar. Fobia, bukanlah rasa takut yang riil, yang sumbernya ada di dunia nyata. Fobia, rasa takut yang berlebihan itu, ialah sesuatu yang kita ciptakan sendiri dalam benak kita, sengaja maupun tidak. Orang yang fobia terhadap hewan berkaki banyak, misalnya, bukan takut terhadap hewan itu sendiri, melainkan ia takut terhadap memori yang ia simpan terkait dengan hewan tersebut.
Dari sini, khazanah ilmu NLP berpendapat bahwa artinya kita memiliki kemampuan untuk mengkreasi gambaran mental-emosional yang amat dahsyat. Apa jadinya jika potensi kreasi tersebut kemudian diarahkan untuk hal yang mendukung kemajuan?
“Saat menemui seorang klien yang mengalami ketakutan berlebihan,” ujar Richard Bandler di salah satu kesempatan, “saya langsung terpikir, bagaimana energi besar itu bisa ia arahkan untuk mencapai tujuannya?”
Maksudnya?
Ya, sumber energi kita sejatinya sama saja, apakah ia akhirnya produktif atau tidak. Malas, contohnya, memerlukan energi. Yakni energi untuk menahan diri. Maka orang yang malas untuk meributkan hal yang tidak penting, misalnya, sebenarnya sedang menahan kecenderungannya untuk bergerak, dan memilih diam. Jadilah dalam konteks ini malas menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sumber energi malas ini sama persis dengan ketika seseorang malas bangun pagi. Fitrah kita bergerak. Maka ketika yang terjadi adalah malas—bukan lelah—diri inilah yang sebenarnya sedang menahan kecenderungan untuk bergerak itu.
Contoh lain, insan yang antusias untuk bermain video game, memiliki sumber energi yang amat besar. Sumber energi yang sama dengan ketika ia arahkan untuk antusias menggali ilmu pengetahuan, membangun keterampilan, memulai bisnis, dll. Pikiran dan perasaan kita ini satu jua. Tidak berbeda-beda. Maka hasil yang kita dapatkan bergantung pada ke mana energi ini kita arahkan.
Pelajari energimu, wahai diri, dan bagaimana kau membangkitkannya. Kala kau kenali bagaimana sebuah energi muncul pada sesuatu, cobalah tuk arahkan ia pada hal yang lebih bermanfaat. Malaslah untuk bodoh. Rajinlah untuk pandai. Takutlah tuk berbuat keburukan. Beranilah dalam mengerjakan kebenaran. Cintailah orang-orang baik. Bencilah orang-orang yang merusak. Sungguh-sungguhlah dalam menyambut rezeki, sebagaimana sungguh-sungguh pulalah dalam menghindari risiko.
Ada 2 jalan yang disediakan bagi tiap insan. Jalan kebaikan dan keburukan. Energi yang sama bisa digunakan tuk menempuh keduanya. Fokus pada yang satu kan lalaikan kita pada yang lainnya.
Ingin menjadi yang mana kah kita?