Kemarin kita sudah belajar bahwa pikiran kita terdiri dari gambar, suara, sensasi, bau, dan rasa (VAKOG). Ini terjadi karena kita menyerap informasi menggunakan kelima indera kita:
Kita melihat sesuatu, lalu otak kita menyimpan pengalaman tersebut dalam bentuk gambar. Kita mendengar sesuatu, lalu otak kita menyimpan pengalaman tersebut dalam bentuk suara. Kita menyentuh sesuatu, lalu otak kita menyimpan pengalaman tersebut dalam bentuk sensasi rasa. Kita mencium sesuatu, lalu otak kita menyimpan pengalaman tersebut dalam bentuk bau. Kita mengecap sesuatu, lalu otak kita menyimpan pengalaman tersebut dalam bentuk rasa.
Menariknya, otak kita tidak menyimpan pengalaman seperti kamera. Otak tidak menyimpan gambar persis seperti apa yang kita lihat. Otak tidak menyimpan suara persis seperti apa yang kita dengar. Otak tidak menyimpan sensasi rasa persis seperti apa yang kita sentuh. Otak kita mengolah terlebih dulu informasi berupa gambar, suara, atau rasa tersebut. Kemudian menyimpannya dalam bentuk kepingan-kepingan puzzle, bukan dalam bentuk puzzle yang tersusun utuh. Pada saat kita mengingat, yang kita lakukan adalah mengonstruksi ulang kepingan-kepingan puzzle tersebut.
Masalahnya, saat merekonstruksi ulang, sering kali kita tidak menemukan kepingan puzzle yang kita perlukan. Mengapa? Karena bisa jadi tidak semua puzzle-nya kita simpan, kita hanya menyimpan kepingan puzzle yang kita anggap penting dan berharga. Itulah sebabnya, kita dapat menyimpulkan dan memahami ceramah 30 menit yang kita dengar namun kita tidak dapat mengingat kata demi katanya satu per satu setiap menitnya.
Lucunya lagi, kita juga seringkali mengisi puzzle yang hilang dengan puzzle lain yang sudah kita miliki sebelumnya. Misalnya, kita menghubungkan pengalaman yang kita alami dengan pengalaman sebelumnya. Kadang kala, kita pun secara sengaja atau tidak sengaja menciptakan puzzle baru hasil khayalan/imajinasi kita, tujuannya agar puzzle lama terlihat lebih utuh.
Kita pun sering kali mencari kesamaan antara puzzle yang sekarang dengan puzzle yang sebelumnya. Mencoba menemukan pola yang mirip. Ini terjadi karena otak kita pada dasarnya malas dan ingin menghemat energi. Misalnya, kita mencari-cari kesamaan antara orang yang baru kita kenal dengan database kenalan lama kita. Kita pun suka menyimpulkan sesuatu tergesa-gesa padahal kita baru mendapatkan informasinya secara sekilas.
Ketiga proses ini adalah cara otak mengolah informasi dari indera.
Dari sini kita dapat simpulkan bahwa otak tidak menyimpan pengalaman apa adanya. Apa yang kita pikirkan tentang kenyataan bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Pikiran hanya mewakili kenyataan secara terbatas. Pikiran hanya berusaha merepresentasikan kenyataan, namun dia bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Bila kenyataan adalah sebuah wilayah yang sebenarnya, pikiran kita hanyalah peta yang mewakilinya.