• Teddi Prasetya
  • NLP Reflections
  • No Comments

Ups, ada yang kelupaan dari judul di atas. Seharusnya, “Mengapa Hidup Serasa Begitu Sulit?”.

Ya, ini adalah sebuah pertanyaan saya yang sedang kagum dengan kemampuan manusia mengendalikan pikirannya sendiri.

Ada sebuah pelajaran menarik yang saya dapat sewaktu membaca buku-buku awal NLP, seperti Using Your Brain for a Change-nya Richard Bandler. Dia mengatakan bahwa otak manusia adalah benda yang tidak memiliki tombol “off”

“Heh?”, tanya saya waktu itu.

Betul. Otak kita tidak memiliki tombol off, karenanya ia akan selalu bekerja dan memproses apapun yang kita pikir dan rasakan sekalipun tanpa sadar kita kendalikan.

Benarkah demikian?

Ya. Cobalah kita ingat-ingat impian besar yang kita miliki, dan sampai saat ini belum kita putuskan juga untuk memulainya. Disadari atau tidak, Anda dan saya barangkali sering mengatakan, “Ah, yang penting bikin rencana yang matang dulu”, “Hmmm…saya kan masih muda, masih banyak waktu”, “Tapi, tujuan sebesar itu pasti butuh waktu kan?”, dan seterusnya. Well, NLP mengatakan: semua itu adalah keputusan kita sendiri, alias limiting decision yang kita buat sendiri. Dan sembari kita memutuskan untuk menunda pencapaian tujuan, pada saat yang sama kita pun memutuskan untuk menikmati kondisi nyaman kita saat ini.

Otak kita tidak memiliki tombol off, karenanya ia tidak pernah diam. Anda berada di keramaian, dan otak akan mencari berbagai hal yang menarik untuk ditelaah, sehingga mengganggu konsentrasi Anda. Begitu juga dengan ketika Anda berada di tempat yang sunyi sepi, ia akan mengajak Anda untuk masuk ke dalam diri dengan memunculkan berbagai bayangan, suara, atau perasaan tertentu dari beragam pengalaman yang Anda miliki. Dalam kondisi yang ekstrim, yang terakhir ini bisa mengakibatkan apa yang sering dikatakan sebagai ‘kegilaan’. Ya, kegilaan bukanlah muncul karena otak manusia yang rusak, melainkan justru karena manusia punya mekanisme kerja yang sempurna.

Nah, sebaliknya pula, jika otak kita tidak memiliki tombol off yang akan menghentikan aktivitasnya, berarti kita cukup mengarahkannya untuk mencapai apa yang kita inginkan, dan ia akan melaju kencang dengan sendirinya.

Seorang rekan pernah bercerita kepada saya, “Akhir pekan kemarin saya pikir adalah akhir pekan yang menyenangkan. Sampai akhirnya seorang tetangga datang, dan merusak semuanya!”

Hmmm…ada yang aneh dari cerita ini. Jika sebuah kejadian yang hanya beberapa menit saja bisa merusak kesenangan yang sudah berlangsung 2 hari, mengapa tidak kejadian tersebut kita ‘rusak’ dengan kesenangan kembali? Mengapa begitu mudah kita menghapuskan sebuah kesenangan dengan sebuah kesusahan, namun begitu sulit untuk menghapus kesusahan dengan sebuah kesenangan?

Ada yang aneh lagi. Ceritanya adalah ketika saya mengajarkan beberapa teknik dalam NLP kepada beberapa orang rekan. Selesai sesi, mereka bertanya, “Apakah dengan menggunakan teknik yang cepat seperti ini, kita tidak jadi seperti robot ya?”

Hmmm…sangat aneh menurut saya, sebab yang dianggap sebagai ‘manusia’ adalah orang yang ketika mengalami kesusahan kemudian menyimpannya selama beberapa hari, baru kemudian bisa kembali melanjutkan hidupnya. Sedangkan mereka yang bisa semudah membalikkan telapak tangan untuk keluar dari kesusahan dan kembali produktif dikatakan sebagai ‘robot’.

Ah, tahu apa saya ini. Semuanya memang pilihan, bukan? Jika kita menginginkan kesenangan, maka buatlah internal representation kita begitu menarik, barengi dengan fisiologi yang kongruen, dan katakan sesuatu yang menyenangkan dan penuh makna. Maka masa lalu tidak memiliki fungsi lain selain memberikan pelajaran yang berharga untuk digunakan di hari ini. Begitu juga masa depan tidak memiliki fungsi lain selain memberikan arah untuk dijalani di hari ini.

Anda ingin menjalani hari ini dengan menyenangkan? Cukup putuskan untuk maju dari bangku penumpang, dan menjadi pengemudi otak Anda sendiri.

Yuk…

Author: Teddi Prasetya

Leave a Reply