Oleh: Teddi Prasetya Yuliawan
Sebuah artikel yang menarik saya temukan di milis Daarut Tauhid. Judulnya, “The Power of Subconscious Mind, Adakah?”, karya Saudariku Firliana Putri.
Wow, benar-benar judul yang mengandung banyak makna. Dianalisa dari sudut pandang linguistik, dengan menggunakan kata tanya ‘adakah’, judul tersebut sedang menanamkan sebuah asumsi yang ambigu. Saya katakan ambigu karena kalimat di atas memiliki 2 makna yang berbeda, tergantung cara kita memotong kalimatnya. Yang dimaksud bisa jadi adalah subconscious mind-nya yang bisa ada bisa tidak, atau the power-nya yang bisa ada bisa tidak. Yang pasti, keduanya sama-sama menanamkan asumsi mengenai kemungkinan ada atau tidak.
Saya sendiri belum paham betul makna mana yang sebetulnya dimaksudkan oleh penulisnya. Namun membaca keseluruhan artikel, saya menyimpulkan bahwa barangkali yang dimaksud adalah soal the power-nya itu. Nah, oleh karena itu, artikel saya kali ini akan saya fokuskan pada soal the power juga.
Apa Itu Subconscious Mind?
Nah, kalau pertanyaan saya begini modelnya, tentu saya berasumsi bahwa subconscious mind itu ada, hanya kita belum pasti apa sebenarnya ia.
Well, subconscious mind sejatinya adalah sebuah asumsi. Ia belum pernah terbukti nyata secara kasat mata, ia adalah sesuatu yang diasumsikan ada dengan mencermati tanda-tandanya.
Ah, yang bener?
Ya bener to. Coba aja bedah tubuh kita ini, dimana kita bisa menemukan benda yang namanya subconscious mind? Namun ketika kita mencermati bagaimana tubuh kita bergerak, hidup, berpikir, merasa, dan bertindak, kita tentu sepakat bahwa ada sesuatu yang mengendalikan kesemua aktivitas tersebut tanpa kita sadari.
Ya, subconscious mind atau seringkali disebut juga dengan unconscious mind—atau ada juga yang berpendapat keduanya adalah berbeda—diasumsikan sebagai sesuai yang mengendalikan banyak hal yang tidak kita kendalikan secara sadar. Mulai dari hal-hal yang sifatnya hardware (tubuh dan metabolisme-nya) sampai software (berbagai kondisi pikiran dan perasaan).
Lalu, bagaimana dengan yang kita kendalikan secara sadar? Ya itulah yang dinamakan dengan conscious mind. Yang menurut George Miller dkk mengurusi 7 plus-minus 2 hal saja secara bersamaan dalam satu waktu.
Hah, ‘cuma’ 7 plus-minus 2? Berarti antara 5 sampai 9 donk? Berarti juga, lebih banyak hal yang diurusi oleh subconscious mind daripada conscious mind?
Tepat sekali! Tapi, si conscious mind ini bukan ‘cuma’ lho. Sebab kalau tidak ada conscious mind, maka kita bisa jadi ibarat kapal tanpa nahkoda. Ia bergerak karena ada tenaga yang dimiliki, tapi pergi entah ke tujuan mana. Sebagai contoh, kita mengalami kecelakaan sepeda motor, lalu mengambil pelajaran untuk berhati-hati. Pelajaran ini karena kita pegang teguh, lama-kelamaan masuk ke subconscious mind dan menjadi second nature kita. Sayangnya, subconscious mind seringkali terlalu berlebihan dalam menggeneralisasi sebuah pembelajaran, sehingga akhirnya malah menjadi pembatas bagi kita. Misalnya, kita jadi terlalu berhati-hati sehingga malah tidak berani sama sekali untuk mengendarai sepeda motor. Nah, di titik inilah, conscious mind bisa menyadari adanya sesuatu yang tidak beres, dan bekerja sama dengan subconscious untuk mengatasinya.
Dengan kata lain, subconscious dan conscious mind itu sejatinya adalah satu mind yang sama, hanya memiliki pembagian tugas masing-masing.
Seberapa Besar kah Kekuatan Subconscious Mind?
Ya, sebesar conscious mind juga. Betapa tidak? Di dalam subconscious mind terkandung tak terhitung banyaknya pembelajaran yang telah kita dapat selama hidup. Bahkan, subconscious mind juga sering disamakan dengan hati nurani, yang memiliki suara hati nan murni karunia Allah. Atau, orang seringkali menyebutnya dengan hati kecil. Nah, bukankah hati nurani ini adalah tempatnya segala sifat hamba yang berasal dari Allah? Yang menurut Pak Ary Ginanjar merupakan manifestasi dari sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asmaul Husna?
Dengan demikian, maka tentu saja subconscious mind punya potensi yang amat besar untuk membantu kita mencapai tujuan yang kita inginkan, terutama ultimate goal kita, surga. Sisi lain, ketika ia tidak diperhatikan, bahkan diisi dengan berbagai keyakinan yang buruk, jadilah ia potensi yang mengantarkan kita pada ultimate goal yang tidak kita inginkan, neraka.
Nah, bagaimana dengan kehendak Allah?
Ada sebuah kalimat yang sangat bijak mengatakan, “Janganlah kita meminta Allah untuk menyesuaikan kehendak-Nya dengan kehendak kita, tapi kitalah yang harus menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak-Nya.”
Kembali pada bahasan di atas, ketika subconscious mind kita isi dengan hal-hal yang bersifat Ilahiah, maka berbagai sifat jahiliyah akan luntur dengan sendirinya. Di titik inilah, hijab kita dengan Allah semakin terbuka sehingga kita pun jadi lebih mudah memahami kehendak Allah. Rasanya, apapun yang terjadi dalam hidup kita adalah karunia Allah. Kita pun memastikan untuk menset target dan impian yang akan mendekatkan kita ke jalan yang Ia kehendaki. Nah, ini yang di dalam ilmu NLP disebut dengan ekologis, alias kita mencermati, mendengarkan, dan merasakan apakah tujuan yang kita buat sudah selaras dengan keseluruhan sistem kehidupan.
Nah, sampai di sini, tentu sudah tidak ada lagi istilah tujuan yang ‘tidak tercapai’, sebab di dalam hati kita hanya ada keyakinan bahwa tujuan yang kita rumuskan itu, jika ia tercapai berarti sesuai dengan kehendak Allah, jika tidak tercapai maka ada 2 kemungkinan. Pertama, kita memang belum siap untuk menerimanya, sehingga perlu menunggu sampai tiba saatnya. Kedua, Allah punya kehendak lain yang justru lebih baik dari yang sudah kita set.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa subconscious mind memang punya power yang amat besar, karena ia adalah pintu gerbang kita untuk berhubungan dengan Allah. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kita untuk mensucikan hati dan jiwa, yang dengan sendirinya mengantarkan kita pada pintu untuk berhubungan langsung dengan-Nya.
Wallahua’lam. Saya memohon ampun pada Allah SWT.