Jogjakarta adalah kota yang magis. Tak sampai 4 tahun saya belajar di sana, seolah tiap detik memberikan pelajaran berharga, yang menjadikan saya seorang insan seperti layaknya kini.
Pulang ke kotamu.
Ada setangkup haru dalam rindu.
Masih seperti dulu.
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna.
Ah, Anda tentu tahu potongan lagu ini. Sebuah lagu yang merangkum jutaan ingatan saya tentang Jogja. Sebuah lagu yang telah dikenal jauh melewati masa ketika ia muncul.
Jogjakarta, gubahan KLA Project. Sebait saja ia terdengar, ingatan saya segera melayang ke berbagai sudut kota Jogja yang pernah saya jelajahi. Dan saya pun seketika menatapi frame demi frame dalam pikiran, merasakan tubuh diterpa angin jalanan, demi mendengar deru sepeda motor yang menenami perjalanan itu.
Hmm…Jogjakarta adalah salah satu lagu kehidupan saya. The song of my life.
Oh, jangan-jangan Anda juga punya ya? Lagu yang setiap kali ia terdengar, meski hanya sebait, bahkan sebaris, segera menggiring setiap sel dalam tubuh untuk mengingat berbagai kenangan indah nan pernah dilalui. Sekarang.
Tak mesti lagu romantis. Ia biasa saja lagu penyemangat. Pengingat akan perjuangan. Penyemangat di kala lemah dan lesu melanda.
Ah, betapa lagu begitu hipnotik. Tanpa bisa menolak, sebab telinga ini dua dan tanpa penutup, ia masuk tanpa permisi, dan menjadikan pikiran serta perasaan menari mengikuti irama dan liriknya.
Maka mengapa tidak Anda dengarkan lagu ini. Tak perlu menggunakan pemutar lagu apapun, sebab saya tahu ia sudah ada dalam diri Anda.
Bagaimana irama ia mulai? Seperti apa liriknya? Pikiran apa yang pertama kali muncul dalam benak Anda, demi mendengarnya?
Oh, bukankah ia begitu indah?
Hmm… bagian tubuh mana sajakah yang menunjukkan gerak mengikutinya? Di mana kah rasa ini berpusat? Seperti apakah gerakannya?
Aha! Bagaimana kah kiranya ia kan terasa jika rasa ini Anda perbesar? Sebarkan ke seluruh tubuh? Hingga melingkupi diri Anda?
Nikmati keindahan ini sejenak, dan biarkan tubuh Anda mengingatnya.
Nah, saat mengalami hal ini pertama kali dulu, sebuah tanya pun menyeruak dalam pikiran saya. “Jika sebuah lagu bisa memiliki efek dahsyat pada tubuh dan pikiran seperti ini, bagaimana jika ia adalah lagu berlirik cengeng atau kata-kata negatif?”
Ah, saya ngeri membayangkannya! Saya pun memutuskan untuk berhenti mendengarkan lagu-lagu yang tak jadikan diri ini lebih berdaya. Jika pun terpaksa sebab ia terdengar begitu kencang di ruang publik, segeralah saya mempermainkannya dengan suara saya sendiri, hingga tak sempat masuk dan meninggalkan jejak dalam jalinan saraf pada tubuh.
Terhanyut aku akan nostalgi.
Saat kita sering luangkan waktu.
Nikmati bersama, suasana Jogja.
Jogjakarta telah membius saya setiap kali ia muncul dan tertangkap oleh telinga. Mengumpulkan jadi satu jutaan pengalaman menelusuri langkah demi langkah, hingga kini ia tersimpan rapi dalam bentuk kebijaksanaan diri.
Saya tidak tahu Anda bagaimana, tapi Jogjakarta mengajari saya untuk menentukan song of my life. Lagu pilihan yang akan menemani hari-hari saya meraih impian, menuai kebijaksanaan. Lagu yang menjauhkan saya dari keputusasaan, kebimbangan, kelemahan, kesedihan. Lagu yang tak pernah bosan untuk mengingatkan saya akan masih panjangnya perjalanan.
Dan ketika ia telah terkumpul, saya tak ragu untuk mendengarnya, menikmatinya, membiarkan ia menelisik dalam setiap jengkal tubuh dan pikiran, mengingatkan pada indahnya kehidupan.