Beberapa tahun memfasilitasi organisasi untuk membenahi budaya mereka menguatkan kesimpulan bahwa kunci utama ada pada kepemimpinan. Jadi paham jika Edgar Schein menjuduli buku fenomenal beliau dengan Organizational Culture and Leadership. Sebab pertama-tama, pemimpin lah yang membentuk budaya, baru kemudian budaya yang akan membentuk bagaimana kepemimpinan dijalankan. Tidak mengherankan pula jika Carolyn Taylor, konsultan spesialis budaya organisasi itu pun memberi tajuk buku panduan perubahan budaya yang ia tulis dengan Walking the Talk. Sebab titik awal perubahan budaya adalah perubahan pada diri para pemimpin yang sungguh-sungguh menjalankan perilaku sesuai budaya baru yang telah disepakati.
Pemimpin, kata Daniel Goleman, ibarat seseorang pemain teater yang berdiri di bawah sorotan lampu panggung. Ketika belum menjabat, perilakunya tak jadi masalah. Tapi begitu menjabat, tiap gerak-geriknya berpengaruh besar bagi tim. Padahal, orang-orang yang berada di posisi puncak pastilah adalah mereka yang amat kompeten, amat banyak telah terbukti berkontribusi, dan secara karakter pun matang. Sementara kesungguhan mereka menjalankan perilaku sesuai budaya baru amat menentukan suksesnya perubahan, perubahan diri pada orang di level ini bukanlah hal yang mudah.
Di titik inilah, coaching amat memainkan peran. Executive coaching, tepatnya. Berada dalam kondisi psikologis yang sehat, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang di atas rata-rata, para eksekutif tak lagi terlalu membutuhkan tambahan ilmu baru terlalu banyak. Yang mereka butuhkan adalah proses untuk melepaskan potensi yang ada di dalam, potensi untuk menjadi diri yang baru.
Ya, mengharapkan hasil yang baru berarti mengharuskan kita melakukan hal yang baru. Padahal, melakukan hal yang baru, hingga menjadi sebuah kebiasaan, benar-benar menghendaki proses perubahan identitas diri yang tak sederhana. Dan proses ini memerlukan seorang coach handal untuk mendampingi klien menelaah dirinya, pemahamannya, pengalamannya, impiannya, hingga mampu mengenali misi baru dan karenanya mampu mendesain diri yang baru.
Saya sendiri telah menyaksikan perubahan yang luar biasa ini berkali-kali. Ketika seorang pemimpin tumbuh, timnya pun tumbuh, setelah sebelumnya mandek. Kala sang pemimpin memahami siapa dirinya dan apa peran barunya, ia lebih mudah membantu timnya untuk melakukan hal yang sama. Perubahan pada diri 1 orang, tak diragukan lagi, memang kerapkali satu-satunya cara untuk menghasilkan perubahan besar.